MACAM-MACAM TUMPATAN
DALAM KEDOKTERAN GIGI
Latar Belakang
Pemakaian
tumpatan sangat diperlukan dalam bidang
kedokteran gigi. Tujuan tumpatan adalah menutup rongga jalan masuk saluran akar,
mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat floral bakteri
pada rongga mulut, mencegah masuknya sisa makanan, benda asing ke dalam rongga
pulpa. Dengan demikian bahan yang dipakai sangat bervariasi bergantung pada
waktu, beban dan keausan oklusal, kerumitan akses dan banyak sedikitnya
struktur gigi yang hilang.
Restorasi merupakan perawatan untuk mengembalikan struktur
anatomi dan
fungsi
pada gigi, yang disebabkan karies, fraktur, atrisi, abrasi dan erosi. Restorasi
dapat dibagi atas dua bagian yaitu plastis dan rigid. Restorasi plastis adalah
teknik restorasi dimana preparasi dan pengisian tumpatan dikerjakan pada satu
kali kunjungan, tidak memerlukan fasilitas laboratorium dan murah. Tumpatan
plastis cenderung digunakan ketika struktur gigi cukup banyak untuk
mempertahankan integritas dengan bahan tumpatan. Restorasi rigid merupakan
restorasi yang dibuat di laboratorium dental dengan menggunakan model cetakan
gigi yang dipreparasi kemudian disemenkan pada gigi. Umumnya restorasi ini
membutuhkan kunjungan berulang dan penempatan tumpatan sementara sehingga lebih
mahal untuk pasien.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu apa itu restorasi
rigid dan restorasi plastis serta jenis-jenisnya.
Tujuan
Tujuan pembuatan tulisan ini adalah untuk mengetahui
pengertian, indikasi dan kontraindikasi, kelebihan dan kekurangan serta teknik
pembuatan restorasi rigid dan restorasi plastis.
Isi
1. Restorasi Rigid
1. Restorasi Rigid
Restorasi rigid
yaitu restorasi yang dibuat di luar mulut dari bahan yang rigid atau kaku dan
di semen pada preparasi kavitas gigi dengan bahan perantara golongan semen.
Restorasi rigid dapat dibagi menjadi restorasi ektrakoronal, intrakoronal dan
interadikuler (Dwi WAF, 2011).
I. Restorasi
Ekstrakoronal
Salah satu
contoh restorasi ekstrakoronal yaitu mahkota penuh atau complete crown.
Complete crown merupakan restorasi yang menutupi seluruh permukaan mahkota
klinis dari suatu gigi asli. Terdapat berbagai jenis complete crown,
diantaranya:
A.
All metal crown
Mahkota ini
sering disebut dengan mahkota tuang penuh atau full cast crown.
Merupakan suatu restorasi yang menyelubungi permukaan gigi dari logam campur
yang dituang.Indikasinya yaitu untuk gigi molar dan premolar rahang atas dan
bawah, penderita dengan oklusi dan artikulasi yang berat, tekanan kunyah besar,
tidak memerlukan estetik, gigi dengan karies cervikal, dekalsifikasi, dan
enamel hipoplasi.Kontraindikasinya yaitusisa mahkota gigi tidak cukup terutama
pada gigi dengan pulpa vital, memerlukan estetik pasien dengan OH buruk
sehingga restorasi mudah tarnish, gusi sensitif terhadap logam (Dwi WAF, 2011).
B. All
ceramic crown (mahkota porselen)
Teknologi
porselen gigi merupakan bidang ilmu paling cepat perkembangannya dalam bahan
kedokteran gigi. Porselen gigi umumnya digunakan untuk memulihkan gigi yang
rusak ataupun patah dikarenakan factor estetiknya yang sangat baik, resistensi
pemakaian, perubahan kimiawi yang lambat, dan konduktifitas panas yang rendah.
Terlebih lagi, porselen mempunyai kecocokan yang cukup baik dengan
karakteristik struktur gigi.
Komposisi
porselen gigi konvensional adalah keramik vitreus (seperti kaca) yang berbasis
pada anyaman silica (SiO2) dan feldspar potas (K2O.Al2O3.6SiO2) atau feldspar
soda (Na2O.Al2O3.6SiO2) atau keduanya. Pigmen, bahan opak dan kaca
ditambahkan untuk mengontrol temperature penggabungan, temperatur sintering,
koefisien ekspansi thermal, dan kelarutan. Feldspar yang digunakan untuk
porselen gigi relatif murni dan tidak berwarna. Jadi harus ditambahkan pigmen
untuk mendapatkan corak dari gigi-gigi asli atau warna dari bahan restorasi
sewarna gigi yang sesuai dengan gigi-gigi tetangganya. Mahkota porselen
mempunyai nilai estetik tinggi, tidak mengalami korosi, tingkat kepuasan pasien
tinggi, namun biayanyamahal dan kekuatan rendah dibandingkan dengan mahkota metal-porselen.
Indikasinya membutuhkan estetik tinggi, Tooth discoloration,malposisi,
gigi yang telah dirawat endodonsi dengan pasak dan inti.Kontraindikasinya
yaituindeks karies tinggi, distribusi beban di oklusal tidak baik, dan bruxism
(Dwi WAF, 2011).
Gambar
1. mahkota emas tuang penuh
Gambar
2. all ceramics crown/ mahkota porselen
C.
Porcelain fused to metal
Pemilihan
restorasi porselen fused to metal sebagai restorasi akhir pasca perawatan
saluran akar karena mampu memberikan keuntungan ganda, yaitu dari segi kekuatan
dan dari segi estetik. Lapisan logam sebagai substruktur mahkota jaket porselen
fused to metal akan mendukung lapisan porselen di atasnya sehingga mengurangi
sifat getas (brittle) dari bahan porselen, memiliki kerapatan tepi dan
daya tahan yang baik. Sementara lapisan porselen akan memberikan penampilan
yang estetik. Gigi pasca perawatan saluran akar yang direstorasi dengan mahkota
porselen fused to metal tingkat keberhasilan perawatannya tinggi.
II. Restorasi
Intrakoronal
A. Inlay dan
Onlay Logam
Inlay merupakan
restorasi intrakoronal bila kerusakan mengenai sebagian cuspatau tambalan yang
berada di antara cusp, sehingga ukurannya biasanya tidak begitu luas. Onlay
merupakan restorasi intrakoronal bila kerusakan mengenai lebih dari 1 cusp atau
lebih dari 2/3 dataran oklusal karena sisa jaringan gigi yang tersisa sudah
lemah (Dwi WAF, 2011).
Gambar
3. Lapisan metal pada mahkota porcelain fused to metal
Gambar
4. Mahkota porcelain fused to metalgigi posterior
Gambar
5. Perbedaan Inlay dan Onlay
Gambar
6. Preparasi Inlay
Gambar
7. Preparasi Onlay
B. Inlay dan
Onlay Porselen
Restorasi inlay
dan onlay porselen menjadi populer untuk restorasi gigi posterior dan
memberikan penampilan estestik yang lebih alamiah dibandingkan dengan inlay dan
onlay logam tuang dan lebih tahan abrasi dibandingkan dengan resin komposit.
Porselen tidak sekuat logam tuang tetapi jika sudah berikatan dengan permukaan
email akan menguat pada gigi dengan cara yang sama seperti pada restorasi resin
berlapis komposit atau semen ionomer-resin komposit (Dwi WAF, 2011).
C. Inlay dan
Onlay Komposit (indirect)
Restorasi dengan
resin komposit dapat dilakukan secara indirect (tidak langsung), yaitu
berupa inlay dan onlay. Bahan resin komposit untuk tambalan inlay
lebih sering
digunakan daripada pemakaian bahan keramik, sebab kekerasan bahan keramik
menyebabkan kesulitan apabila diperlukan penyesuaian oklusal atau kontur, mudah
pecah saat pemasangan percobaan sehingga menyulitkan operator. Sedangkan resin
komposit dapat dipoles kembali dengan mudah dan efektif, lebih murah serta
restorasi yang berlebihan pada daerah gingival dapat dibuang hanya dengan
menggunakan hand instrument.Indikasinya:menggantikan tambalan
lama (amalgam) dan atau yang rusak dengan memperhatikan nilai estetik
terutama pada
restorasi gigi posterior, memperbaiki restorasi yang tidak sempurna atau kurang
baik, serta fraktur yang terlalu besar dan apabila pembuatan mahkota
bukan merupakan
indikasi. Keuntungan restorasi secara indirect resin komposit dibanding
restorasi secara direct adalah dapat dihindarinya konstraksi akibat
polimerisasi bahan komposit, sehingga kebocoran tepi dapat dihindari. Kontak
pada bagian proksimal dapat dibuat rapat dan
pembentukan
kontur anatomis lebih mudah. Sedangkan kekurangan restorasi secara indirect resin
komposit adalah adanya ketergantungan restorasi pada semen perekat (lutting
cement). Isolasi yang kurang baik serta polimerisasi yang kurang sempurna
dari semen akan berakibat negatif terhadap restorasi tersebut (Dwi WAF, 2011).
D. Indirect Komposit
Inlay dengan Fibers
Untuk gigi
dengan restorasi yang besar denngan sedikit enamel tersisa, fibers dapat
digunakan sebagai bahan dasar pada veneer komposit. Pertimbangan paling penting
untuk mencapai daya tahan klinis yang lama pada resin inlay yang dibuat melalui
tahap laboratosis adalah penguatan gigi. Untuk menguatkan resin komposit,
penambahan fibers digabungkan ke dalam matriks resin, selama pembuatan dan
sebelum proses curing (Dwi WAF, 2011).
Gambar
8. Inlay (a) inlay porselen (b) inlay composite
Gambar
9. Gambaran oklusal preoperative dari komposit yang rusak dengan karies
sekunder pada molar satu kiri atas (a), Preparasi selesai (b), Iinlay resin
komposit dengan fiber yang telah selesai dibuat (c)
Gambar
12. Mahkota ¾
E. Mahkota ¾
Disebut mahkota
tiga per empat oleh karena dari 4 permukaan gigi, hanya 3 permukaan yang
ditutup oleh mahkota.Bagian yang tidak tertutup oleh mahkota adalah bagian
labial
atau
bukal.Mahkota sebagian terutama dipakai sebagai retainer jembatan. Preparasinya
memerlukan pembuangan jaringan gigi yang jauh lebih sedikit dibandingkan untuk
mahkota
penuh.Mahkota
tiga per empat dapat merupakan retainer yang baik pada gigi jika:
1. Bagian labial
atau bukal dalam keadaan baik, histologis, anatomis, maupun estetis.
2. Cukup tebal
untuk membuat parit–parit proksimal untuk memberi retensi.
3. Mempunyai
mahkota klinis yang cukup panjang, dan besar.
4. Mempunyai
kedudukan normal (tidak malposisi).
5. Gigi-gigi
yang cocok untuk dibuat mahkota tiga per empat adalah incisivus sentral,
premolar rahang atas, caninus dan premolar kedua rahang bawah. Pada gigi ini
terdapat permukaan proksimal yang cukup lebar untuk dibuat parit sebagai
retensi.
6. Sebagai
retainer untuk short span bridge.
III. Restorasi
Intradikuler
A. Mahkota Pasak
Kerusakan
mahkota gigi asli pada gigi posterior maupun anterior yang cukup parah akan
menimbulkan masalah retensi, permasalahan ini dapat ditanggulangi dengan
menggunakan pasak. Pada kebanyakan kasus gigi sudah dirawat saluran akar,
khususnya pada gigi-gigi dengan
saluran akar
tunggal yang lurus. Keadaan ini sebaiknya harus diantisipasi terlebih dahulu
sebelum melakukan pengisian saluran akar, sehingga dapat digunakan teknik
pengisian yang memungkinkan untuk membantu retesi.Pasak adalah suatu prosedur
untuk membangun kembali suatu gigi yang bertujuan menyediakan dukungan yang
sesuai untuk suatu mahkota. Pasak seperti jangkar untuk menempatkan mahkota.
Pasak ditempatkan di dalam akar gigi yang telah dilakukan perawatan saluran
akar.Terdiri dariporos dan post/tonggak yang disementasi
pada saluran
akar. Bagian yang lain berupa jacket crown atau veneer crown atau
cast gold crown.Indikasinya:gigi pasca
perawatanendodontia,memperbaiki inklinasi gigi. Kontraindikasinya: jaringan yang
mendukung gigi tidak cukup, OH buruk, dinding saluran akar tipis, resorpsi
procesus alveolaris lebih dari 1/3.Pasak juga bisa dilakukan pada gigi
posterior (Dwi WAF, 2011).
B. Mahkota pasak
fiber reinforced
composite.
Pemilihan jenis
pasak yang digunakan penting untuk mendapatkan retensi yang maksimal dengan menghilangkan
seminimal mungkin struktur jaringan gigi. Akhir-akhir ini, jenis pasak yang digunakan
untuk retensi gigi yang telah dirawat saluran akar telah mengalami perubahan
dari bahan yang kaku (pasak metal dan zirconium) menjadi bahan yang memiliki karakteristik
mekanis menyerupai dentin (pasak fiber dan resin komposit), karena kegagalan
restorasi dengan retensi intraradikuler dapat terjadi karena fraktur pasak,
kehilangan retensi dan fraktur mahkota serta akar, sehingga gigi akhirnya harus
diekstraksi. Pasak metal digunakan untuk menahan inti, menggantikan struktur gigi
yang hilang dan ditutup dengan mahkota penuh, tanpa memperhatikan estetik. Sejalan
dengan meningkatnya segi estetik, restorasi pasak dan inti sewarna gigi menjadi
pilihan untuk restorasi gigi non vital (Dwi WAF, 2011).
Pasak fiber
dapat dilekatkan pada dentin saluran akar dengan menggunakan semen resin. Pasak
fiber terbuat dari seratserat karbon, kuarsa, silica,zirkonia atau kaca dalam
satu matriks epoksi resin. Secara kimia, pasak fiber sesuai dengan bahan dasar
resin yang digunakan untuk sementasi yaitu Bis-GMA.1 Pasak ini terbuat dari
serat berdiameter 7-10 mikrometer dan dikelilingi oleh matriks resin polimer
yang umumnya berupa resin epoksi. Bahan inti dan semen resin dapat berikatan
dengan pasak jenis ini. Scanning electron microscope (SEM)
menunjukkan pembentukan lapisan resin tagshybrid. Bonding yang baik akan
meminimalkan efek
ungkitan di
dalam saluran akar sehingga dapat digunakan pasak dengan ukuran lebih pendek
dan diameter lebih kecil (Dwi WAF, 2011).
Pasak fiber,
semen resin, bahan inti resin komposit, dan dentin memiliki modulus elastisitas
yang hampir sama, sehingga meningkatkan keberhasilan restorasi, dibandingkan
dengan pasak dan inti metal. Pasak fiber memiliki modulus elastisitas yang
hamper sama dengan dentin, yaitu 20 GPa (modulus elastisitas dentin = 18 GPa,
pasak metal prefabricated = 200 GPa dan pasak keramik=150 GPa), sehingga pasak
fiber lebih lentur daripada pasak metal, mempunyai sifat biokompatibel terhadap
dentin dan tahan terhadap korosi, serta mudah diambil dari saluran akar bila
terjadi kegagalan dalam perawatan saluran akar (Dwi WAF, 2011).
Keuntungan pasak
fiber adalah dapat diindikasikan untuk saluran akar yang lebar, dinding saluran
akar yang tipis misalnya pada akar yang belum terbentuk sempurna.selain itu,
pasak fiber juga memiliki keuntungan dari segi estetik, karena pasak ini
memiliki warna sesuai dengan warna gigi, sehingga tidak menimbulkan bayangan warna
keabu-abuan pada gigi yang telah direstorasi. Hal ini tidak hanya berperan pada
gigi anterior tetapi juga pada gigi posterior. Preparasi saluran akar pasak dilakukan
hingga kira-kira tersisa 4,5 mm gutta percha pada bagian apical, lalu pasak
fiber disementasi dengan menggunakan semen resin. Setelah itu kavitas ditutup
dengan tumpatan resin kompositt hingga penuh dan kelebihan pasak fiber dipotong
sebatas permukaan oklusal (Dwi WAF, 2011).
2. Restorasi Plastis
Restorasi plastis adalah bahan
restorasi yang lunak dan bisa ditempa pada saat pemasangan serta nantinya akan
mengeras ( Ireland, Robert 2015), contohnya :
A.
Logam
1.
Amalgam
Dental amalgam telah banyak digunakan sebagai bahan restorasi
karena mudah penempatannya dan relatif murah. Berwarna perak dan dipadatkan ke
dalam preparasi dalam potongan-potongan kecil berturutan yang dalam beberapa
jam, menjadi massa yang keras dan dapat menahan tekanan pengunyahan. Oleh
karena itu, amalgam sering digunakan untuk restorasi pada permukaan oklusal
(kunyah) gigi posterior dan kontak proksimal posterior, tetapi jika estetika
tidak menjadi masalah. (Scheid, R.C., 2015)
Hingga saat ini biaya pengobatan untuk pasien sakit gigi
dengan menggunakan bahan paduan logam amalgam relatif murah, jika dibandingkan
dengan penggunaan bahan tambal gigi jenis lain seperti komposit resin. Oleh
karena itu, khususnya untuk masyarakat golongan menengah ke bawah masih
menggunakan paduan amalgam untuk tambal gigi. Tetapi bahan paduan amalgam untuk
tambal gigi masih diimpor dari luar negeri, sehingga dalam pengadaanya masih
tergantung dari luar negeri. Agar supaya dalam pengadaanya tidak selalu ada
ketergantungan dengan luar negeri diperlukan penguasaan teknologi pembuatan
bahan amalgam untuk tambal gigi. ( Yuswono dkk, 2007)Logam paduan amalgam untuk
keperluan medis ini, dalam proses pembuatannya melibatkan bidang
metalurgi fisik. Pembuatannya dimulai dari pembuatan serbuk dari bahan ingot
paduan logam perak (Ag-Sn-Cu-Zn). Selanjutnta paduan amalgam yang dibuat
sebagai tambal gigi adalah merupakan hasil dari pengerjaan setting, yaitu
Hg cair dicampur dengan serbuk logam paduan Ag pada suhu kamar. ( Yuswono dkk,
2007)
Dalam perkembangan pembuatan paduan amalgam akhir-akhir ini, para dokter
gigi cenderung menggunakan amalgam dengan kandungan Cu tinggi. Alasan
digunakannya bahan ini mempunyai ketahanan korosi terhadap cairan yang
dikeluarkan di dalam mulut, seperti air ludah (saliva). ( Yuswono dkk,
2007)
B. Non Logam
2.
Resin Komposit
Resin komposit bahan restorasi yang
sewarna dengan gigi, yang diaplikasikan ke dalam preparasi
dengan konsistensi seperti adonan (dough-like).
Bahan akan mengeras dengan cepat apabila dipaparkan terhadap sumber sinar. Pada
mulanya, dengan mempertimbangkan kekuatan dan resistensi terhadap abrai, resin
komposit secara historis digunakan untuk merestorasi permukaan proksimal gigi
anterior dan permukaan fasial gigi yang estetika menjadi faktor utama. Generasi
bahan restorasi estetis yang lebih baru mempunyai kinerja yang lebih baik di
daerah posterior, sehingga komposit menggantikan amalgam sebagai bahan pilihan
untuk lesi kelas I dan kelas II yang kecil. Satu penelitian longitudinal
menempatkan restorasi komposit yang telah digunakan 10 tahun (menggunakan
sistem evaluasi US Public Health) sebagai bahan yang memberi kepuasan 90% baik
dalam stabilitas warna, kehalusan karies, dan respos pulpa. Hanya adaptasi
bagian tepi yang skornya di bawah 90%, yaitu 81%. Dengan peningkatan sifat
fisik akhir-akhir ini, generasi agen bonding dentin baru, yang dapat mengetsa
email dan dentin secara simultan, dan generasi baru paket resin komposit, bahan
restorasi estetis ini akan menjadi semakin sering digunakan. (Scheid, R.C.,
2015)
Resin komposit adalah salah satu
bahan kedokteran gigi yang terus berkembang hingga saat ini. Bowen
memperkenalkan komposit pertama kali pada tahun 1962. Komposit dapat
didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat
yang unggul atau lebih baik dari pada bahan itu sendiri. Komposit merupakan
salah satu bahan tumpatan yang dapat memenuhi permintaan pasien mengenai
estetika, karena dapat disesuaikan dengan warna gigi dan juga memiliki sifat biokompabilitas
yang tinggi. Resin komposit memiliki kelemahan yaitu, penyusutan atau
pengerutan yang terjadi pada saat polimerisasi. Kelemahan ini yang sampai
sekarang masih menjadi hambatan untuk mendapatkan hasil tumpatan yang baik dan
bertahan lama. Kelemahan lain yang terdapat pada resin komposit yaitu perbedaan
koefisien ekspansi termal antara struktur gigi dan resin komposit. Perbedaan
itu akan mempengaruhi kerapatan tepi restorasi antara resin komposit dan
dinding kavitas. Bahan komposit modern mengandung sejumlah komponen yaitu
matriks resin, partikel pengisi anorganik, coupling (silane) yang diperlukan
untuk memberikan ikatan antara bahan pengisi anorganik dan matriks resin, serta
aktivatorinisiator yang diperlukan untuk polimerisasi resin. Bahan coupling dan
aktivator-inisiator diperlukan juga untuk meningkatkan efektivitas dan
ketahanan bahan. Komponen tambahan lain yaitu sejumlah kecil bahan yang
berfungsi untuk meningkatkan stabilitas warna (penyerap sinar ultra violet) dan
mencegah polimerisasi dini atau bahan penghambat seperti hidroquinon. Kontak
permukaan antara restorasi resin komposit nanohybrid dan kavitas gigi masih
dapat menyebabkan terjadinya kegagalan tumpatan karena pengerutan yang terjadi
saat polimerisasi dan memiliki kelemahan yaitu tidak dapat mencapai daerah
tertentu sehingga dapat mengakibatkan terjadinya celah. Celah ini yang dapat
mengakibatkan terjadinya kebocoran miko. Resin komposit yang
diaktivasi sinar akan
mengalami pengerutan polimerisasi ke arah sumber sinar. Pengerutan
polimerisasi berhubungan dengan c-faktor (faktor konfigurasi). C-faktor
merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan bebas.
Semakin luas permukaan terikat, kontraksi akan semakin besar. Ukuran partikel
dan komposisi matriks resin mempengaruhi besarnya pengerutan atau penyusutan
dan modulus elastisitas bahan. Resin komposit menunjukkan 6 - 8 kali lebih
besar ekspansi termalnya daripada struktur jaringan disekitar gigi. Pengerutan
selama kontraksi termal mungkin membuat tegangan permukaan yang tinggi pada
komposit yang dipanaskan pada suhu tertentu. Jika komposit direndam pada hot
water bath (55º C) dapat mempercepat hidrolisis komponen material interfacial,
penyerapan air, dan kerusakan yang terjadi pada kolagen atau buruknya
polimerisasi resin oligomers. Menurut Auliasari, terjadi pengerutan pada
komposit microfiller dan nanofiller yang dilakukan perubahan suhu
(thermocycling) antara 5º C dan 60º C setiap satu menit selama 10 kali, dan
menurut Mulyani et al juga terjadi penyusutan pada komposit nanohybrid yang
dilakukan thermocycling sebanyak 500 kali. Berdasarkan penelitian-penelitian
tersebut menyatakan bahwa komposit dapat mengerut atau menyusut saat terjadi
perubahan suhu. Suatu pengerutan pada komposit yang dapat menyebabkan
terbentuknya celah dan mengakibatkan kebocoran mikro, maka dapat membentuk
karies sekunder pada gigi. Dari uraian diatas maka dalam tulisan ini akan
diteliti kebocoran mikro dari efek suhu terhadap pengerutan komposit
nanohybrid. (Sari, 2016)
3.
Ionomer
Kaca
Ionomer dan bahan terkait seperti resin-modified
glass ionomer direkomendasikan untuk perawatan karies pada permukaan akar
atau di atas lesi erosi. Bahan ini terikat secara kimia terhadap dentin, cukup
estetis, dan berisi fluoride, yang melindungi gigi terhadap karies yang akan
datang.
(Scheid, R.C., 2015)
Semen ionomer kaca (SIK) pertama
kali dikenal dalam profesi kedokteran gigi sekitar 30 tahun yang lalu. Semen
ionomer kaca adalah material kedokteran gigi yang salah satunya bisa digunakan
untuk bahan restoratif. Semen ionomer kaca terdiri dari bubuk
kalsium-alumino-silika-gelas dan cairan homo- atau kopolimer asam akrilik.
Semen ionomer kaca memiliki karateristik unik yang membuat semen ini selain
berguna sebagai material restoratif juga sebagai material adesif, termasuk
adesi terhadap struktur gigi dan metal base. Bahan ini bersifat
antikariogenik oleh karena mampu melepaskan flourida, mempunyai thermal
compatibility dengan enamel gigi, serta mempunyai biocompatibility
yang baik. SIK digunakan terutama untuk restorasi lesi abrasi/erosi serta
sebagai bahan luting untuk restorasi mahkota dan jembatan gigi. Aplikasi klinis
SIK digunakan secara luas termasuk untuk restorasi lesi proksimal, restorasi
oklusal pada gigi sulung, serta sebagai basis dan liners dari suatu
kavitas. (Aviandani, 2012)
Semen ionomer kaca tersedia dalam
bentuk kemasan botol dan kapsul (encapsulated). Untuk SIK dalam kemasan
botol, rasio bubuk dan cairan telah ditentukan sesuai dengan aturan pabrik dan
diaduk oleh operator secara manual. Teknik pengadukan pada SIK dapat dilakukan
melalui dua cara yaitu secara mekanik (kocok dan rotasi) serta secara manual.
Pada teknik pengadukan secara mekanik, dapat dilakukan pada SIK yang encapsulated,
menggunakan mesin pengaduk dengan kecepatan pengadukan yang terstandarisasi
oleh pabrik. Sedangkan pada teknik pengadukan secara manual dilakukan pada SIK
dalam bentuk kemasan botol (bubuk dan cairan terpisah), menggunakan spatula
plastik di atas paper pad secara manual. Teknik pengadukan secara manual
sangat dipengaruhi oleh kemampuan operator dalam mengaduk bubuk dan cairan SIK.
Oleh karena itu, hasil adonan SIK yang diaduk secara manual cenderung kurang
homogen dibandingkan dengan hasil adonan SIK yang diaduk secara mekanik.
(Aviandani, 2012)
Saat ini encapsulated SIK
mulai dikenal di kalangan dokter gigi karena kepraktisannya. Keuntungan encapsulated
SIK adalah rasio bubuk dan cairan sudah tersedia sesuai dengan aturan pabrik,
hanya tinggal diaduk secara mekanik oleh mesin pengaduk. Rasio bubuk dan cairan
serta proses pengadukan telah terstandarisasi sesuai dengan aturan pabrik
sehingga functional properties dari SIK tersebut tidak dipengaruhi oleh
faktor kesalahan operator. (Aviandani, 2012)
Kebocoran tepi merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi ketahanan tumpatan material restoratif dalam rongga
mulut. Kebocoran tepi merupakan suatu celah yang terdapat antara dinding
kavitas dengan tumpatan/restorasi yang terjadi akibat kontraksi bahan
restorasi. Kebocoran tepi dapat menjadi tempat masuknya bakteri, asam, enzim,
cairan dan ion-ion. Kebocoran tepi pada tumpatan dapat menyebabkan terjadinya
karies sekunder dan postoperatif sensitivity. Postoperatif
sensitivity disebabkan oleh cairan dan bakteri yang bergerak keluar masuk
melalui celah antara pertemuan gigi dan tumpatan. Apabila pulpa teriritasi oleh
pergerakan cairan atau sisa metabolisme bakteri (asam) tersebut, maka akan
timbul rasa sakit/nyeri. Kebocoran tepi juga dapat menyebabkan staining/perubahan
warna pada daerah margin restorasi. (Aviandani, 2012)
Teknik pengadukan yang berbeda dapat
secara signifikan mengubah hasil akhir dari SIK baik dari sifat mekanik,
porositas, kemungkinan besar juga kebocoran tepi yang dihasilkan dari tumpatan
SIK. Homogenitas dari tumpatan SIK sangat bergantung pada teknik pengadukan
yang digunakan oleh operator dalam proses pengadukan tumpatan SIK, hal tersebut
mempengaruhi sela marginal yang dihasilkan oleh tumpatan SIK. Hasil penelitian
lain menunjukan pada SIK tipe restoratif perbedaan teknik pengadukan secara
mekanik maupun secara manual tidak terlalu mempengaruhi porositas yang
dihasilkan oleh tumpatan SIK. (Aviandani, 2012)
Semen ionomer kaca sebagai salah
satu waterbased material yang rentan terhadap desikasi ataupun
kontaminasi air maupun udara selama fase awal proses setting.
Kontaminasi dengan air maupun udara dapat menyebabkan SIK mengalami pelarutan
serta daya adhesi SIK dengan permukaan gigi akan menurun. Maturasi dari
material SIK berlangsung kurang lebih 24 jam. Oleh karena itu, agar diperoleh maturasi
material SIK yang sempurna, selama proses maturasi dibutuhkan perlindungan pada
permukaan tumpatan SIK berupa pemberian varnish. Varnish terbukti
mencegah tumpatan SIK dari kekeringan selama proses setting/maturasi
dengan cara mengubah mekanisme water loss dari tumpatan SIK8 serta varnish
juga terbukti dalam mencegah kontaminasi air pada saat proses setting/maturasi
tumpatan SIK. (Aviandani, 2012)
Oleh karena itu, peneliti ingin
meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh teknik pengadukan (mekanik elektrik dan
manual) serta pengaruh pemberian varnish terhadap kebocoran tepi
tumpatan SIK tipe restoratif. (Aviandani, 2012)
Kesimpulan
- Restorasi
rigid yaitu restorasi yang dibuat di luar mulut dari bahan yang rigid atau kaku
dan di semen pada kavitas gigi dengan perantara semen.
- Restorasi
rigid dapat berupa restorasi ektrakoronal (complete crown), intrakoronal
(inlay, onlay, mahkota ¾) dan intradikuler (mahkota pasak dan Mahkota pasak fiber
reinforced composite).
- Restorasi plastis adalah bahan
restorasi yang lunak dan bisa ditempa pada saat pemasangan serta nantinya akan
mengeras.
-
Restorasi plastis dapat berupa logam
(amalgam), non logam (resin komposit, ionomer kaca)
Saran
Pembaca diharapkan
dapat mengetahui, memahami, dan membedakan apa itu restorasi rigid dan
restorasi plastis.
Referensi
1.
Dwi Warna Aju
Fatmawati.2011. MACAM-MACAM RESTORASI RIGID PASCA PERAWATANENDODONTIA.
J.K.G Unej, Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 8 No. 2 2011: 96-102.Jember
2.
Aviandani, M. J., Elly Munadziroh, dan Moh.
Yogiartono. 2012. Perbedaan Kebocoran Tepi Tumpatan Semen Ionomer Kaca
dengan Pengadukan Secara Mekanik Elektrik dan Manual. Jurnal PDGI, Vol. 61,
No. 3 September-Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar